Senin, 08 September 2008

Berburu Amal Tak Peduli Tempat Jauh


Merindukan kebaikan tentu suatu sifat yang sangat jarang dimiliki setiap orang, karena itu hampir semua agama memberikan panduan tentang bagaimana hidup yang damai tenteram bersama-sama saudara yang lain dengan sifat2 baik. Karena Tuhan Maha Tahu apa yang sebenarnya membara pada tubuh manusia yang penuh dengan hawa nafsu dan harus dikendalikan, demikian kiranya sehingga hidup yang penuh ujian pasti akan menhampiri setiap insan dan disadari ataupun tidak nantinya juga akan kembali kepada kita atas apa yang telah kita kerjakan didalam kehidupan ini.

Ingin memberi pelajaran kepada yang lain tentang indahnya beragama dan indahnya karunia Allah, adalah tantangan tersendiri bagi mereka yang tulus mengabdi kepada-Nya. Ada suatu kisah menarik dari saudara kita dua orang muslim dari negeri yang amat jauh namun sudah tidak asing lagi bagi kita orang Indonesia yaitu daratan China tepatnya dari kota Xinjiang, kira kira beginilah kisahnya

: "Ada ungkapan menyebutkan, tuntutlah ilmu sampai ke negeri China. Namun tidak demikian bagi Abdullah bin Tolha (22) dan Husein bin Abdurrahman (22). Dari China, mereka sengaja datang ke Indonesia hanya untuk satu tujuan, yakni ingin belajar menjadi guru agama Islam (ustad).

BEGITU berat jalan yang harus dilalui Abdullah bin Tolha dan Husein bin Abdurrahman untuk bisa menjadi ustad. Untuk mengapai cita-citanya, mereka sengaja memilih belajar tentang Islam dan bahasa Arab di Indonesia.

Mengapa Indonesia? Husein menilai, syiar Islam di Indonesia jauh lebih bagus. Juga bebas dilakukan di mana saja, di sekolah di masjid atau tempat lain.

Karena itu dia dan Abdullah memutuskan memilih belajar di Indonesia.
Abdullah saat ini belajar di Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), sedangkan Husein di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).

Meskipun keduanya asal China, namun wajah mereka tidak seperti orang keturunan China pada umumnya. Itu bisa dimaklumi karena mereka dari suku Uygur. Mereka tinggal di bagian utara daratan China, tepatnya di Provinsi Xinjiang.

Wajah keduanya seperti orang Turki. Selain berbahasa Mandarin, sehari-harinya mereka berbahasa Uygur. Penduduk China daratan 92% adalah suku Han. Adapun suku Uygur, kurang dari 7%.

Menurut keduanya, meski Republik Rakyat China (RRC) adalah negeri komunis, tetapi pemerintah setempat mengizinkan suku Uygur memeluk agama Islam. ’’Meski demikian, tidak sepenuhnya bebas. Syiar Islam tetap dibatasi,’’ katanya.

Provinsi Xinjiang antara lain berbatasan dengan Kazakstan dan Uzbekistan yang juga beragama Islam. Huruf-huruf yang dipakai mirip dengan huruf Arab dan hanya sedikit perbedaan.

Husein mengungkapkan, 100% suku Uygur memeluk Islam. Bahkan agama itu masuk ke Xinjiang sejak 1.300 tahun lalu, yakni pada zaman sahabat Nabi Muhammad SAW.

Meski suku Uygur lama memeluk Islam, tetapi sehari-hari, syariat Islam di provinsi Xinjiang kurang dilaksanakan. ’’Ya mirip-mirip di sini (di Indonesia), penduduknya sebagian besar beragama Islam, tapi banyak yang minum alkohol. Di sana juga sama,’’ kata Husein ketika ditemui sedang berada di Masjid Abubakar, kampus UMS.

Husein mengakui, dulu dirinya juga minum arak. Itu dilakukan karena lingkungannya juga melakukan hal yang sama. Setelah tahu bahwa minum arak dilarang, dia tidak lagi meminumnya.

Husein dan Abdullah mengungkapkan, di Xinjiang, pemahaman Islam dari generasi ke generasi hanya dilakukan oleh orang tua kepada anak-anaknya.

Bila orang tua kurang menguasai syariat Islam, maka bisa dipastikan generasi berikutnya akan semakin kurang memahami Islam.
’’Mereka memeluk Islam, tapi tidak tahu bagaimana syariat Islam yang sebenarnya,’’ kata Husein.

Salah satu sebab mengapa di Xinjiang pemeluk Islam sebagian besar hanya semacam kaum abangan di Indonesia, menurut dia, karena Islam tidak diajarkan secara resmi di sekolah-sekolah. Juga tidak ada pondok pesantren atau pelajaran agama di masjid-masjid.

Husein mengaku jengkel, jika murid sekolah berpuasa, namun sering diberi makanan oleh gurunya. Mereka diminta tidak bepuasa, karena nanti bisa sakit.

Panggilan Hati

Husein yang lulusan teknik sipil sebuah perguruan tinggi di Xinjiang mengaku ingin menjadi ustad karena profesi itu mulia. Ustad adalah saham paling besar untuk bisa mengubah akhlak.

’’Ini panggilan hati. Akhlak generasi muda Uygur harus bagus. Mereka harus shalat dan tidak minum arak. ’’Kalau dunia seperti itu, generasi muda akan rusak,’’ katanya.

Bagaimana dengan belajar Bahasa Arab? ’’Alquran itu berbahasa Arab. Kalau tidak belajar bahasa Arab, kita tidak bisa memahami secara utuh Alquran,’’ katanya.

Setelah berada di Indonesia selama lebih kurang setahun, apa kesan tentang Indonesia?

’’Di sini banyak orang kaya dan bahkan sangat kaya. Tapi yang miskin, sangat miskin. Di Xinjiang hal seperti itu tidak terjadi. Orang berbisnis sekecil apa pun harus bayar pajak tinggi. Pajak itu digunakan untuk membantu orang miskin. Jadi, tak ada orang yang sangat miskin. Perbedaan si kaya dan si miskin di Indonesia sangat tinggi,’’ kata dia.

Husein juga menilai, Indonesia ini negara miskin, tapi rakyatnya banyak yang kaya. Karena itu jika terjadi musibah seperti gempa beberapa waktu lalu, pemerintah bingung, membutuhkan banyak bantuan dari negara lain. (Subakti A Sidik-46)
Sumber : Suara Merdeka

Tidak ada komentar: